Oleh Akhmad Syaikhu & Tiara Melda Azmila,.
klik aja http://www.4shared.com/file/AOamWcue/tugaaaaas.html
Sabtu, 27 Oktober 2012
Jumat, 26 Oktober 2012
HAK-HAK WHISTLEBLOWER
Hak-hak
whistleblower yang juga seorang saksi (pelapor) telah diatur dalam UU
No. 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Haknya meliputi:
1.
Memperoleh perlindungan dari lembaga
perlindungan saksi. Bahkan, keluarga whistleblower pun bisa memperoleh perlindungan.
Bentuk perlindungan pun bermacam-macam. Misalnya, mendapat identitas baru,
tempat kediaman baru yang aman (safe house), pelayanan psikologis, dan biaya
hidup selama masa perlindungan.
2. Memberikan keterangan atau kesaksian
mengenai suatu pelanggaran atau kejahatan yang diketahui dengan bebas, tanpa
rasa takut atau terancam.
3. Mendapatkan informasi mengenai
tindaklanjut atau perkembangan penanganan Lembaga Perlindungan Saksi terhadap pelanggaran
atau kejahatan yang telah diungkap.
4.
Mendapatkan balas jasa atau reward dari
negara atas kesaksian yang telah diungkap karena kesaksian mampu membongkar suatu
kejahatan yang lebih besar.
Sejarah WhistleBlower di Berbagai Negara
Menurut sejarahnya, whistleblower
sangat erat kaitanya dengan organisasi kejahatan ala mafia sebagai
organisasi kejahatan tertua dan terbesar di Italia yang berasal dari Palermo,
Sicilia, sehingga sering disebut Sicilian
Mafia atau Cosa Nostra.
Kejahatan terorganisasi yang dilakukan oleh para Mafioso (sebutan terhadap anggota mafia)
bergerak dibidang perdagangan heroin dan berkembang diberbagai belahan dunia,
sehingga kita mengenal organisasi sejenis diberbagai Negara seperti Mafia di
Rusia, cartel di Colombia ,
triad di Cina, dan Yakuza di Jepang. Begitu kuatnya jaringan organisasi
kejahatan tersebut sehingga orang-orang mereka bias menguasai berbagai sektor
kekuasaan, apakah itu eksekusf, legislatif maupun yudikatif termasuk aparat
penegak hukum.[1]
Tidak jarang suatu sindikat bias terbongkar karena salah
seorang dari mereka ada yang berkhianat. Artinya, salah seorang dari mereka
melakukan tindakan sendiri sebagai peniup peluit (whistleblower) untuk mengungkap kejahatan yang mereka lakukan
kepada publik atau aparat penegak hukum. Sebagai imbalannya whistleblower tersebut dibebaskan dari
segala tuntutan hukum.
Whistleblower berkembang diberbagai Negara dengan seperangkat aturan
masing-masing, diantaranya ialah :[2]
1.
Amerikat Serikat, whistleblower diatur dalam Whistleblower Act
1989, Whistleblower di Amerika
Serikat dilindungi dari pemecatan, penurunan pangkat, pemberhentian sementara,
ancaman, gangguan dan tindak diskriminasi.
2.
Afrika Selatan, Whistleblower diatur dalam Pasal 3 Protected Dsdosures Act Nomor 26 Tahun
2000, Whistleblower diberi
perlindungan dari accupational detriment atau
kerugian yang berhubungan dengan jabatan atau pekerjaan.
3.
Canada, Whistleblower diatur dalam Section
425.1 Criminal Code of Canada.
Whistleblower dilindungi dari pemberi pekerjaan yang memberikan hukuman
disiplin, menurunkan pangkat, memecat atau melakukan tindakan apapun yang
merugikan dari segi pekerjaan dengan tujuan untuk mencegah pekerja memberikan
informasi kepada pemerintah atau badan pelaksanaan hukum atau untuk membalas
pekerja yang memberikan informasi.
4.
Australia ,
Whistleblower diatur dalam Pasal 20
dan Pasal 21 Protected Dsdosures Act 1994.
Whistleblower identitasnya dirahasiakan,
tidak ada pertanggungjawban secara pidana atau perdata, perlindungan dari
penceraman nama baik perlindungan dari pihak pembalasan dan perlindungan
kondisional apabila namanya dipublikasikan ke media.
5.
Inggris, Whistleblower diatur Pasal 1 dan Pasal 2 Public Interes Disclouse Act 1998. Whistleblower tidak boleh dipecah dan dilindungi dari viktimisasi serta perlakuan yang
merugikan.
[1] Eddy O.S.
Hiariej,Legal Opin:Permohonan Pengujian Pasal
10Ayat(2)Undang-undang Nomor 13
Tahun 2006
tentang Perlindungan Saksidan Korban,
Newslette Komisi Hukum
Nasional ,Vol. 10
No.6 tahun
2010, Hlm.23
3 Ibid.
Mengenal WhistleBlower
Seorang whistleblower seringkali dipahami
sebagai saksi pelapor. Orang yang memberikan laporan atau kesaksian mengenai
suatu dugaan tindak pidana kepada aparat penegak hukum dalam proses peradilan pidana.
Namun untuk disebut sebagai whistleblower, saksi tersebut setidaknya harus
memenuhi dua kriteria mendasar.
Kriteria pertama, whistleblower menyampaikan
atau mengungkap laporan kepada otoritas yang berwenang atau kepada media massa
atau publik. Dengan mengungkapkan kepada otoritas yang berwenang atau media
massa diharapkan dugaan suatu kejahatan dapat diungkap dan terbongkar.
Kriteria kedua, seorang whistleblower merupakan
orang ‘dalam’, yaitu orang yang mengungkap dugaan pelanggaran dan kejahatan
yang terjadi di tempatnya bekerja atau ia berada. Karena skandal
kejahatan selalu terorganisir, maka seorang whistleblower kadang
merupakan bagian dari pelaku kejahatan atau kelompok mafia itu sendiri. Dia
terlibat dalam skandal lalu mengungkapkan kejahatan yang terjadi.[1]
[1] Abdul Haris Semendawai, Ferry Santoso, Wahyu Wagiman, Betty Itha
Omas, Susilaningtias, Syahrial Martanto Wiryawan. Op. Cit. hlm. 1-2
Kumpulan Judul Skripsi Pidana Buku II
1.
Tinjauan Yuridis Praktek Persekongkolan
Tidak Sehat Dalam Tender Proyek
2.
Pelanggaran Prinsip Miranda Rule
(Pendampingan Penasihat Hukum) Dalam Praktik Peradilan Pidana di Indonesia
3.
Perlindungan Atas Korban dalam Pelanggaran
HAM Berat dari Aspek Hukum Positif dan Hukum Internasional
4.
Tindak Pidana Korupsi Ditinjau Dari
Perspektif Hukum Islam
5.
Euthanasia Ditinjau Dari Segi Medis dan
Hukum Pidana
6.
Tinjauan Yuridis Atas Pengajuan Grasi
Dalam Kajian Pidana
7.
Penayangan Iklan Supranatural di Media
Televisi Ditinjau Dari Etika Pariwara dan Kajian Pidana
8.
Tindak Pidana Cyber Crime Dalam Perspektif
Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008
9.
Tinjauan Atas Pemberitaan Yang Berindikasi
Adanya Pencemaran Nama Baik Oleh Media Massa Dalam Perspektif Kode Etik
Jurnalistik dan Undang-undang Pers
10.
Tindakan Diskresi Polisi Dalam Pelaksanaan
Tugas Penyidikan Pidana
11.
Tinjauan Yuridis Penyembunyian Identitas
Pelaku Tindak Pidana Oleh Pers Dalam Acara Bertema Investigasi Kriminal
12.
Penerapan Sanksi Pidana Bagi Anak di Bawah
Umur
13.
Pembuktian Tindak Pidana Pemalsuan Data
Dalam Informasi dan Transaksi Elektronik
14.
Tinjauan Pidana Penegakan UU No. 5 Tahun
1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem Dalam Pelaksanaan
Konservasi Taman Nasional Bali
15.
Tinjauan Atas Tindakan Aborsi dengan Dalih
Indikasi Medis Karena Terjadinya Kehamilan Akibat Perkosaan Incest
16.
Tinjauan Yuridis Pelanggaran Rahasia
Kedokteran
17.
Tinjauan Atas Penyalahgunaa Ijin Bebas
Visa Kunjungan Singkat (BVKS) Bagi Warga Negara Asing
18.
Pertanggungjawaban Tindak Pidana
Penyalahgunaan Kartu Kredit Orang Lain
19.
Hubungan Kausalitas Dalam Pembuktian
Tindak Pidana Pembunuhan
20.
Analisis Yuridis Pemalsuan Surat
Persetujuan Istri Dalam Melakukan Poligami
21.
Perlindungan Nasabah Bank Dalam Penggunaan
Internet Banking Atas Terjadinya Cyber crime
22.
Tinjauan Yuridis Keabsahan Pengajuan
Kasasi Atas Putusan Praperadilan
23.
Pelaksanaan Prinsip Mengenal Nasabah Dalam
Transaksi Perbankan
24.
Penjatuhan Pidana Mati Dalam Sistem Hukum
Indonesia
25.
Peranan Kepolisian Dalam Tindak Pidana
Hacking Terhadap Perbankan
26.
Tinjauan Atas Pengajuan Praperadilan oleh
Pihak Ketiga Atas Penghentian Penyidikan Atau Penuntutan Dalam Perkara Korupsi
27.
Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan
Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Illegal Logging
28.
Penegakan Hukum Pidana Dalam Kasus Illegal
Logging Berdasarkan UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
29.
Tinjauan Yuridis Atas Kasus Pembunuhan
Berencana Yang didahului Tindak Pidana Perkosaan
30.
Tinjauan Atas Permohonan Kasasi Winai
Nakprasit dan Sawong Tiectacun Dalam Perkara Illegal Fishing
31.
Analisa Pertanggungjawaban Penyidik Polri
dan Upaya Hukum Yang Dilakukan Oleh Terpidana dalam Hal Terjadinya Salah
Tangkap atau Error in Persona
32.
Pertanggungjawaban Dalam Pelaksanaan
Kewenangan Tembak Di Tempat Yang Dimiliki Oleh Kepolisian Republik Indonesia
33.
Pertanggungjawaban Dalam Pelaksanaan
Kewenangan Tembak Di Tempat Yang Dimiliki Oleh Kepolisian Republik Indonesia
34.
Bantuan Hukum Terhadap Tersangka Dalam
Penyidikan Perkara Perpajakan
35.
Implementasi Kewenangan Polisi Untuk
Melakukan Kegiatan Pengambilan Sidik Jari Dengan Teknik Daktiloskopi Dalam
Penyidikan Perkara Pidana
36.
Kuasa Hukum Pada Pengadilan Pajak
37.
Peranan Visum et Repertum Dalam Pembuktian
Tindak Pidana Menghilangkan Nyawa Orang Dengan Racun
38.
Tinjauan Yuridis Terhadap Profesi Artis Di
Bawah Umur Sebagai Suatu Bentuk Eksploitasi Terhadap Anak
39.
Kekuatan Kesaksian Yang Berdiri Sendiri
Dalam Proses Persidangan
40.
Usaha-Usaha Bank Indonesia Dalam Menanggulangi
Peredaran Uang Palsu Di Indonesia Berdasarkan Pasal 244 dan 245 KUHP
41.
Studi Komparasi Pembuktian Terbalik Antara
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
42.
Analisis Mengenai Eksistensi Pidana Mati
di Indonesia (Suatu Kajian dari Pengaruh Psikologis Bagi Masyarakat)
43.
Peranan Ilmu Forensik Dalam Usaha
Memecahkan Kasus-Kasus Kriminalitas
44.
Peranan Pusat Pelaporan dan Analisis
Transaksi Keuangan (PPATK) Dalam Mencegah dan Memberantas Tindak Pidana
Pencucian Uang (Money Laundring)
45.
Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan
46.
Perlindungan Hukum Bagi Saksi Pengungkap
Fakta (Whistleblower) Dalam Perkara Pidana (Analisis Yuridis Terhadap
Undang-Undang No. 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban)
47.
Penyertaan Modal Sementara Oleh Lembaga
Penjamin Simpanan Sebagai Upaya Penyelamatan Bank Gagal (Studi Kasus: PT. Bank
Century Tbk.)
Read more:
Kumpulan Judul Skripsi Pidana Buku I
Bisa buat Refrensi nih, cekidot:
Kumpulan judul-judul skripsi hukum pidana
1.
Pertanggungjawaban Pelaku Tindak Pidana
Perdagangan Anak
2.
Kajian Kriminologis Perilaku Jahat
Anak-Anak
3. Suatu Tinjauan Yuridis Atas Kasus
Pencabulan Dalam Putusan Pengadilan Negeri No.1050/Pid/B/2004/PN/Sby
4. Analisa Pertanggungjawaban Pidana Pemilik
Website atas Cyberporn Ditinjau dari KUHP dan UU No. 44 Tahun 2008 tentang
Pornografi
5.
Eksistensi Pidana Denda dan Pemidanaan
dalam Konteks Kitab Undang-undang Hukum Pidana
6.
Kajian Kriminologis Tindak Pidana
Penganiayaan Terhadap Istri
7.
Tinjauan Hukum Pelaksanaan Pengadilan HAM
Ad Hoc Terhadap Prinsip Asas Lagalitas
8. Kewenangan Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi Dalam Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Penyelenggara
Negara
9.
Kedudukan Rekam Medis Dalam Pembuktian
Perkara Malpraktek di Bidang Kedokteran
10.
Kekerasan Seksual Yang Dilakukan Suami
Terhadap Istrinya
11.
Kajian Yuridis Pelaku Tindak Pidana
Narkotika
12.
Pertimbangan Hukum Pengadilan Militer
Terhadap Anggota Militer Yang Menyalahgunakan Narkotika dan Psikotropika
13.
Penyelesaian Pelanggaran Kode Etik Profesi
Berupa Tindak Pidana Yang Dilakukan Oleh Anggota Kepolisian Republik Indonesia
14.
Tindak Pidana Pornografi Dalam Perspektif
Hukum Islam
15.
Peranan Laboratorium Forensik Dalam
Pembuktian Alat Bukti Terhadap Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika dan
Psikotropika Untuk Tingkat Penyidikan
16.
Pembinaan Narapidana di Lembaga
Pemasrakatan Porong Sidoarjo
17.
Pembuktian Pidana Melalui Short Message
Service Berdasarkan KUHAP
18.
Keabsahan Kesaksian Yang Disampaikan
Secara Teleconference Di Persidangan Menurut Kitab Undang-undang Hukum Acara
Pidana
19.
Pertanggungjawaban Pemilik Senjata Api
Legal Yang Disalahgunakan Oleh Orang Lain
20.
Peranan Visum et Repertum Pada Tahap
Penyidikan Dalam Mengungkap Tindak Pidana Pemerkosaan
21.
Peranan Penyidik Dalam Penyelesaian Tindak
Pidana Narkoba
22.
Tinjauan Tentang Pencabutan Keterangan
Terdakwa Dalam Persidangan dan Implikasi Yuridisnya Terhadap Kekuatan Alat Bukti
23.
Tinjauan Yuridis Kasus Penghentian
Penyidikan Atas Kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia Oleh Kejaksaan Agung
24.
Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana
Phedofilia
25.
Peran Komisi Pengawas Persaingan Usaha
(KPPU) Dalam Mengawasi Tender BUMD di Sumatera Utara
Tentang Korban
Berbicara masalah korban tidak akan lepas dengan
kajian ilmu viktimologi. Viktimologi secara etimologis berarti korban dan logos
(pengetahuan) berarti ilmu pengetahuan. Dengan demikian viktimologi adalah
pengetahuan atau ilmu pengetahuan tentang korban. Oleh Zvonimir-Paul Separovic
viktimologi didefinisikan sebagai ilmu yang berkaitan dengan studi terhadap
korban (victimology refers to sciene
dealing with the study of victim). Berdasarkan definisi tersebut maka
kajian viktimologi adalah korban. Kata korban sendiri dapat memiliki banyak
arti yang bervariasi serta berkembang sehingga dapat pula memberi makna
beragam.
Dalam webster misalnya, korban dapat diartikan
sebagai:
1. Suatu
makhluk hidup yang dikorbankan kepada dewa atau dalam melaksanakan upacara
agama;
2. Seseorang
yang dibunuh, didenda, dianiaya oleh orang lain, sesorang yang mengalami
penindasan, kerugian atau penderitaan;
3. Seseorang
yang mengalami kematian, atau luka-luka dalam berusaha menyelamatkan diri;
4. Seseorang
yang diperdaya, ditipu atau mengalami penderitaan; seseorang yang dipekerjakan
atau dimanfaatkan secara sewenang-wenang atau tidak layak.
Dalam kamus Umum Bahas Indonesia dari Poerwadarminta
mengartikan korban sebagai:
1. Pemberian
untuk menyatakan kebaktian (kerelaan hati dsb);
2. Orang
yang menderita kecelakaan karena perbuatan (hawa nafsu dsb);
3. Orang
yang mati;
4. Orang
yang mati karena menderita kecelakaan, karena tertimpa bencana alam seoerti
banjir, gempa bumi, dsb.
Pengertian korban tersebut berdasarkan makna secara
hakikatnya atau secara umumnya. Sementara pengertian korban secara keilmuan
(victimological), tidak termasuk dalam pengertian korban secara umum. Menurut
Iswabto, bahwa korban merupakan akibat perbuataan disengaja atau kelalaian,
kemauan sukarela atau dipaksa atau diti[pu, bencana alam, dan semuanya
benar-benar berisi sifat penderitan jiwa, raga, harta, dan morel serta sifat
ketidakadilan.[1]
Jika didefinisikan secara hukum, pengertian korban
terdapat dalam UU nomor 13 tahun 2006 tentang Perlindungan saksi dan korban.
Dalam UU tersebut dikatakan bahwa Menurut
Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi
Dan korban, korban adalah
seseorang yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana.
Hak-Hak Korban.
Apabila kita cermati mengenai hak-hak korban yang
tertuang di dalam KUHAP, maka di dapat pengaturan hak-hak bagi korban sangat
minim sekali di bandingkan dengan pengaturan tentang hak-hak pelaku tindak
pidana (tersangka/terdakwa/terpidana). Perlindungan hukum lebih banyak di atur
untuk pelaku tindak pidana, sebagaimana tampak dalam berbagai Pasal tersebut di
atas dibandingkan dengan kepentingan korban yang mengalami penderitaan dari
perbuatan
pelaku tindak pidana.
Jika kita mencatat hak-hak korban yang ada dalam
KUHAP, maka terdapat hanya 4 (empat) aspek, yaitu:[2]
1. Hak
untuk melakukan kontrol terhadap tindakan penyidik dan penuntut umum, yakni hak
mengajukan keberatan atas tindakan penghentian penyidikan dan/atau penuntutan
dalam kapasitasnya sebagai pihak ketiga yang berkepentingan. Ini di atur dalam
Pasal 109 dan Pasal 140 ayat (2) KUHAP;
2. Hak
korban dalam kedudukannya sebagai saksi, sebagaimana di jumpai dalam Pasal 168
KUHAP;
3. Hak
bagi keluarga korban dalam hal korbanmeninggal dunia, untuk mengijinkan atau tidak atas tindakan polisi
melakukan bedah mayat atau penggalian kubur untuk otopsi. Hak demikian di atur
dalam Pasal 134 sampai 136 KUHAP;
4. Hak
menuntut ganti rugi atas kerugan yang di derita dari akibat tindak pidana dalam
kapasitasnya sebagai pihak yang dirugikan. Dapat dijumpai dalam Pasal 98 sampai
dengan Pasal 101 KUHAP.
Korban tidak termasuk dalam bagian dari unsur yang
terlibat dalam sistem peradilan pidana, tidak sebagaimana terdakwa, polisi dan
jaksa. Hal tersebut berakibat bagi korban tindak pidana tidak mempunyai upaya
hukum, apabila ia keberatan terhadap suatu putusan pengadilan, misalnya banding
atau kasasi apabila putusan pengadilan yang di pandang tidak adil atau
merugikan dirinya.[3]
Sementara dalam aturan yuridis, Seorang Saksi dan
Korban berhak:[4]
a. memperoleh
perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, dan harta bendanya, serta bebas
dari Ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang, atau telah
diberikannya;
b. ikut
serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk perlindungan dan dukungan
keamanan;
c. memberikan
keterangan tanpa tekanan;
d. mendapat
penerjemah;
e. bebas
dari pertanyaan yang menjerat;
f. mendapatkan
informasi mengenai perkembangan kasus;
g. mendapatkan
informasi mengenai putusan pengadilan;
h. mengetahui
dalam hal terpidana dibebaskan;
i.
mendapat identitas baru;
j.
mendapatkan tempat kediaman baru;
k. memperoleh
penggantian biaya transportasi sesuai dengan kebutuhan;
l.
mendapat nasihat hukum; dan/atau
m. memperoleh
bantuan biaya hidup sementara sampai batas waktu perlindungan berakhir.
Sejarah Bantuan Hukum
Adanya lembaga
bantuan hukum di negara Indonesia, tidak lepas dari negara dimana bantuan hukum
berasal. Bantuan hukum bagi seseorang yang tidak mampu muncul di negara-negara
yang notabenenya negara maju. Bantuan hukum itu sendiri mempunyai ciri dalam
istilah yang berbeda seperti yang dilihat di bawah ini:[1]
1. Legal
aid, yang berarti pemberian jasa di bidang hukum kepada
seseorang yang terlibat dalam kasus atau perkara:
a. Pemberian
jasa bantuan hukum dilakukan dengan cara cuma-cuma;
b. Bantuan
jasa hukum dalam legal aid lebih dikhususkan bagi yang tidak mampu dalam
lapisan masyarakat miskin;
c. Dengan
demikian motivasi utama dalam konsep legal iad adalah menegakkan hukum
dengan jalan membela kepentingan dan hak asasi rakyat kecil yang tak mempunyai
dan buta hukum.
2. Legal
assistance, yang mengandung pengertian lebih luas lagi dari legal
aid. Karena pada legal assistance, di samping mengandung makna dan
tujuan memberi jasa bantuan hukum, lebih dekat dengan pengertian yang kita
kenal dengan profesi advokad, yang memberi bantuan:
a.
Baik kepada mereka yang mampu
membayar prestasi;
b.
Maupun pemberian bantuan kepada
rakyat miskin secara cuma-cuma.
3.
Legal
service, Dapat diterjemahkan sebagai pelayanan hukum. Pada
umumnya orang lebih cenderung memberi pengertian yang lebih luas kepada konsep
dan makan legal service dibandingkan dengan konsep tujuan legal aid dan legal
assistance.
Langganan:
Postingan (Atom)