Jumat, 26 Oktober 2012

Definisi Bantuan Hukum


Frans Hendra Winarta menyatakan bahwa, “bantuan hukum merupakan jasa hukum yang khusus diberikan kepada fakir miskin yang memerlukan pembelaan secara cuma-cuma, baik di luar maupun di dalam pengadilan, secara pidana, perdata dan tata usaha negara, dari seseorang yang mengerti seluk beluk pembelaan hukum, asas-asas dan kaidah hukum, serta hak asasi manusia.”[1]
Pengertian yang diberikan oleh Frans Hendra Winarta, ternyata sejalan dengan undang-undang nomor 16 tahun 2011 tentang bantuan hukum. Dalam undang-undang tersebut dikatakan bahwa, Bantuan Hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh Pemberi Bantuan Hukum secara cuma-cuma kepada Penerima Bantuan Hukum.[2] Penerima Bantuan Hukum adalah orang atau kelompok orang miskin.[3] Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi masalah hukum keperdataan, pidana, dan tata usaha negara baik litigasi maupun nonlitigasi.[4]
Berdasarkan hal tersebut, disimpulkan bahwa pengertian bantuan hukum dapat dilakukan di dalam atau pun di luar pengailan, dan bantuan hukum juga ditujukan bagi mereka yang tidak mampu.
Frans Hendra Winarta menjelaskan bahwa dalam bantuan hukum terdapat beberapa unsur, yaitu:
1.      Penerima bantuan hukum adalah fakir miskin atau orang yang tidak mampu secara ekonomi;
2.      Bantuan hukum diberikan baik di dalam atau pun di luar proses persidangan;
3.      Bantuan hukum diberikan baik dalam lingkup peradilan pidana, perdata, maupun tata usaha negara;
4.      Bantuan hukum diberikan secara cuma-cuma.[5]
Mochtar Kusumaatmadja menjelaskan tentang bantuan hukum bagi orang yang tidak mampu tersebut adalah sebagai berikut:
Pemberian bantuan hukum bagi orang-orang yang tidak mampu dimaksudkan sebagai suatu cara untuk memperbaiki ketidakseimbangan sosial. Seseorang yang mengajukan permohonan untuk mendapatkan bantuan hukum, harus menunjukkan bukti-bukti tentang kemiskinannya, misalkan dengan memperlihatkan suatu pernyataan dari Lurah yang disahkan Camat, mengenai penghasilannya yang rendah atau orang tersebut sama sekali tak berpenghasilan dan keterangan-keterangan lain yang berhubungan dengan kemiskinan.
Untuk menjelaskan suatu definisi terhadap suatu arti dari ketidakmampuan adalah sukar sekali. Meskipun cara-cara untuk menyelidiki ketidakmampuan ini tampaknya mudah, tetapi pembuktiannya adalah sangat sulit, tetapi dalam keadaan tertentu seperti lembaga bantuan hukum yang didirikan berdasarkan undang-undang dan dibiayai oleh masyarakat, misalnya di Singapura, dengan jelas dapat ditentukan persyaratan yang didasarkan pada pengertian batas maksimum penghasilan yang dapat disisihkan (diposable income), sehingga dengan mudah dapat menetapkan batasan-batasan ketidakmampuan dengan ukuran ekonomis.[6]


[1] Frans Hendra Winarta, 2000, Bantuan Hukum Suatu Hak Asasi Manusia Bukan Belas Kasihan, Elex Media Komputindo, Jakarta, hlm. 23
[2] Lihat Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 tahun 2011 tentang Bantuan Hukum.
[3] Lihat Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 tahun 2011 tentang Bantuan Hukum.
[4] Lihat Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 tahun 2011 tentang Bantuan Hukum.
[5] Frans Hendra Winarta, 2000, Op. Cit, hlm 23.
[6]  Mochtar Kusumaatmadja, 1975, Bantuan Hukum di Indonesia, Terutama dalam Hubungannya  dengan Pendidikan Hukum, Lembaga Penelitian Hukum dan kriminologi, Fakultas Hukum, Universitas Padjajaran, Bandung, hlm. 7

Tidak ada komentar:

Posting Komentar